Proses Kanonisasi Tomás Alvira dan Paquita Alvira

Setelah menikah selama 50 tahun dan dikaruniai 9 anak, proses kanonisasi untuk pasangan suami-istri tersebut saat ini sedang berjalan. Mereka berdua adalah anggota dari Prelatur Opus Dei.

Pada tahun 1971 Tomas dan Paquita pergi ke Roma dan bertemu dengan St. Josemaría, teman baik Tomás sejak September 1937.

Pembaca biografi St. Josemaria karangan Vazquez de Prada akan ingat Tomás Alvira, mahasiswa kedokteran muda yang menyeberang pegunungan Pyrenees bersama St. Josemaria pada Nopember 1937 untuk melarikan diri dari penganiayaan religius selama Perang Saudara Spanyol. Ketika perang berakhir, pada tahun 1939, ia menikah dengan Paquita Dominguez dan mulai membina sebuah keluarga yang akhirnya mendapatkan sembilan orang anak.

Tomás pada mulanya berniat untuk bergabung dengan Opus Dei sebagai anggota Supernumerary pertama, akan tetapi St. Josemaria memintanya untuk menunggu sampai Gereja memberi persetujuan penuh untuk jalan menuju kesucian ini bagi orang-orang yang menikah. Tomás akhirnya bergabung dengan Opus Dei pada tahun 1947, dan istrinya Paquita pada tahun 1952.

Tahap diosesan dari proses kanonisasi pelayan Tuhan, Tomás dan Paquita Alvira, secara formal ditutup pada 20 September 2012 oleh Uskup Agung Madrid, Cardinal Ruoco. Delapan anak yang masih hidup dari pasangan tersebut hadir pada saat upacara.

Kesaksian-kesaksian dan dokumen-dokumen yang dikumpulkan selama tiga tahun penyelidikan diosesan telah dikirimkan ke Roma dan sekarang sedang dipelajari oleh Konggregasi Masalah Santa/Santo.

Foto dari tahun 1945, setelah kelahiran anak keempatnya yang bernama Pilar.

Pada saat upacara penutupan, Kardinal Ruoco berkata: ”kita memiliki contoh panggilan untuk kesucian hidup yang ditegaskan oleh Konsili Vatikan Kedua yaitu panggilan universal bagi yang sudah dibaptis, sebuah jalan yang diilhami oleh St. Josemaria Escriva dan menyebar dari tahun 1928.

Bagi Uskup Agung Madrid, “proses kanonisasi ini mengkonfirmasi, seperti kata Benediktus XVI, bahwa menjadi santa/santo tidak berarti mengerjakan sesuatu yang luar biasa atau spektakular, atau menjadi manusia tanpa kesalahan. Tetapi hal ini berarti usaha yang terus-menerus untuk bersatu dengan Tuhan di dalam kehidupan sehari-hari dan perhatian yang mendalam pada sesama. Kardinal Ruoco menyatakan suka citanya melihat bertambahnya jumlah orang-orang awam yang sedang dalam proses kanonisasi, dan menegaskan bahwa Gereja ingin menjadikan dirinya sebagai model untuk orang-orang suci yang hidup menyatu dengan panggilan untuk menikah.

Saat upacara, Pilar Alvira, anak keempat dari pasangan tersebut, menjelaskan tentang orang tuanya “Kapasitas mereka yang besar untuk mencintai. Atmosfer rumah kami salah satunya adalah kasih sayang yang besar karena mereka memberikan dirinya untuk kami dan mengajarkan kami untuk berbuat yang sama kepada sesama.”

Tomás Alvira dilahirkan di Villanueva de Gallego, dekat Saragossa, pada tanggal 17 Januari 1906, dan meninggal di Madrid pada tanggal 7 Mei 1992. Setelah mendapatkan gelar doctor di bidang Kimia, ia mengajar di Institute Pengetahuan Alam di Madrid.

Paquita Dominguez dilahirkan di Borau, dekat Huesca, pada tanggal 1 April 1912, dan meninggal di Madrid pada tanggal 29 Agustus 1994. Ia bekerja sebagai guru SMA semasa Perang Saudara Spanyol. Setelah perang usai, pada tanggal 16 Juni 1939, ia dan Tomás menikah di Saragossa. Mereka mempunyai sembilan orang anak, anak sulungnya, Jose Maria, meninggal pada usia lima tahun.

Setia pada spiritualitas Opus Dei, mereka mewariskan kepada anak-anaknya dan khalayak ramai teladan mereka mengenai kehidupan kristiani dalam perkawinan, sebuah ”rumah yang riang dan gembira,” seperti kata Santo Josemaria.

Pada bulan Mei tahun 2013, Rafael Alvira bisa menunjukkan sebuah kartu doa dari proses kanonisasi orang tuanya kepada Paus Fransiskus.

Mereka berjuang untuk kesucian melalui usaha yang heroik dan tekun pada kebajikan kristiani. Misa kudus merupakan inti dan akar dari kehidupan batin mereka. Dibantu oleh rahmat Ilahi dan hidup dalam kehadiran Tuhan, mereka mengilhami aktivitas sehari-hari mereka dengan makna spiritual.

Mereka berdua menderita penyakit yang menyakitkan pada akhir hidupnya, dan mempersembahkan penderitaan mereka dengan pandangan adi-kodrati yang mendalam.