Vikar auksilier dalam hukum Gereja bagi Prelatur Opus Dei

Komentar dari Profesor Eduardo Baura sehubungan dengan jabatan Vikar auksilier dalam hukum Gereja bagi Prelatur Opus Dei.

RD Eduardo Baura

Codex iuris particularis Operis Dei (Statuta Opus Dei), yang diundangkan oleh St Yohanes Paulus II bersamaan dengan konstitusi apostolik Ut Sit pada 28 Nopember 1982, menetapkan bahwa jabatan Prelat adalah seumur hidup. Karena hal ini, aturan yang sama juga mengantisipasi pada 2 bentuk peran dari Vikar auksilier.

Pertama, yang sedang menjadi perhatian kita saat ini, yaitu seperti yang tampak pada beberapa hal yang mana, oleh karena bertambahnya upaya yang diperlukan untuk mengendalikan Prelatur atau makin bertambahnya usia Bapa Prelat atau berbagai keadaan lainnya yang serupa, Bapa Prelat melihat hal ini beralasan bahwa, sebagai tambahan dari jabatan Vikar Jenderal, yang memang mesti selalu dimilikinya, ada juga seorang Vikar auksilier yang memiliki kekuasaan eksekutif yang diperlukan untuk membantu Prelat dalam mengendalikan Prelatur. Secara lebih detail, bagian 134.1 dari Statuta menetapkan bahwa, 'bila Prelat setelah membawanya dalam doa melihat bahwa sudah semestinya atau memang ada gunanya untuk menunjuk seorang Vikar auksilier seperti yang termuat dalam Statuta bagian 135 maka dia bisa menunjuk seseorang mengisi jabatan tersebut setelah lebih dulu berkonsultasi dengan para anggota Konsul Jenderal. Semua anggota Konsul Jenderal juga dapat memberikan saran kepada Prelat tentang perlu tidaknya menunjuk seorang Vikar auksilier, yang dapat membantunya mengendalikan pemerintahan dalam Opus Dei selama 8 tahun. Sebaliknya, untuk tiap alasan penolakan, Prelat mesti siap menerima kehendak dari Konsul Jenderal.' Berkenaan dengan misi yang diemban oleh Vikar auksilier, bagian 135 Statuta menegaskan hal berikut: 'Vikar auksilier -bila Prelat memberinya sejumlah kewenangannya- maka dia mesti membantu Prelat dengan kewenangan yang diberikan tsb; saat Prelat tidak ada di tempat atau berhalangan maka Vikar auksilier menggantikannya. Dia tak memiliki wewenang lain selain yang biasa didelegasikan Prelat kepadanya atau kasus per kasus. Vikar auksilier juga mesti selalu mempertanggungjawabkan kepada Prelat segala hal yang dilakukannya.' Dalam kasus yang terjadi saat ini, Prelat telah melimpahkan semua wewenangnya atas kendali eksekutif, termasuk tiap wewenang yang khusus dimiliki oleh Prelat.

Peran yang dijelaskan di sini bisa sangat dipahami dengan pertimbangan bahwa tugas yang Gereja percayakan kepada Prelat -seperti halnya pimpinan imam yang merupakan kepala dari wilayah gerejawi- tak hanya terbatas pada pelaksanaan wewenang untuk mengendalikan Prelatur. Prelat juga harus menjadi, seperti yang ditegaskan dalam Statuta, 'pembimbing dan bapa' (bagian 132.2) bagi semua anggota Opus Dei -baik para imam maupun awam- yang dia bina.

Bentuk lain dari peran seorang Vikar auksilier adalah seperti yang terlihat pada kasus di mana Prelat sedang berhalangan melaksanakan fungsinya. Dalam situasi seperti ini, ada sebuah prosedur untuk memilih seorang Vikar auksilier, yang mana semua wewenang dari Prelat diberikan kepadanya, kecuali gelar (dan tanpa hak suksesi), yang membutuhkan persetujuan dari Tahta Suci. Dengan cara ini, bahkan dalam kasus seandainya seorang Prelat berhalangan, peran dari Prelat sebagai bapa akan tetap ada, sekalipun pemerintahan Prelatur ada dalam kendali Vikar auksilier, yang peranannya akan sama seperti peran administrator apostolik dari sebuah keuskupan.

Eduardo Baura

Eduardo Baura